Thursday, November 28, 2013

momok bernama persetujuan tindakan medis

sekarang ini heboh dg defensive medicine, sesuatu yg kemungkinan besar akan terjadi jika kasus dr ayu ini tidak segera tuntas dan media makin memojokkan dokter, publik pun akan kehilangan kepercayaan terhadap dokter, dan nantinya akan berakibat pada terganggunya hubungan pasien dokter dan berujung pada kerugian pasien.

lebih lengkapnya silahkan baca : http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%20290%20ttg%20Persetujuan%20Tindakan%20Kedokteran.pdf

mengenai momok ini, aku bbrp kali pernah berurusan, dan nda semuanya bagus. berhubung aku jg ga lama praktek (hny 2 thn krn kmdn lanjut sekolah lg), jd ini hny bbrp kasus sebagai gambaran susah gampangnya ttg pertindik ini.. termsk kompleksitasnya dlm suasana tempat yg bernama UGD itu..

#1 : ada pasien laki2 sdh paruh baya, dibawa keamanan sebuah kompleks perumahan dlm kondisi tdk sadar, diberitahu warga sekitar katanya ditabrak lari. posisi pasien tdk bawa dompet, jd tdk ada identitas apa2. petugas keamanan yg bawa udah berusaha cari keluarga. kondisi pasien = ada luka di kepala, patah kaki, dan tidak sadar. jadi, sudah pasti termasuk gawat. alhasil kita harus segera menangani. foto seperlunya. yg pasti pasien butuh operasi karena kakinya patah. ga berapa lama akhirnya keluarganya bisa ditemukan. ternyt anaknya cuma satu. begitu dia datang, kita udh memberondong dg berbagai formulir persetujuan yg harus diisi krn telat dateng, mulai dari pasang infus, selang kencing, hingga persetujuan foto yg udah kita lakukan dan udah dijelaskan hasilnya. pasien msh butuh CT scan dan operasi. apa dia lgsg mau tanda tangan? nda. alasannya untung jelas. dia butuh waktu berpkr. dia anak satu2nya tp kalo ada apa2 dg org tuanya, msh ada saudara org tuanya yg bisa menuntutnya. untungnya, dia setuju utk CT scan dulu dan operasinya elektif, sehingga tdk terlalu berpengaruh pada kondisi pasien.
pesannya apa? kadang kondisi gawat membuat keluarga pasien tdk bisa berpikir jernih dg cepat dlm memutuskan sesuatu. kadang kami dibatasi oleh yg namanya "golden period". dan sering pasien tdk memahami urgensinya golden period tersebut. salah satu resiko terlewatnya golden period adalah outcome dari tindakan yg akan kami lakukan tidak maksimal, sehingga potensi kecacatan hingga kematian semakin besar. ditambah lagi perbedaan tingkat pendidikan pasien. pasien yg aku ceritakan td termsk berpendidikan sehingga dia bs dg jelas mengatakan dia butuh waktu berpikir shg kami pun menghormatinya dan memberinya waktu. pasien lain kadang tdk berpendidikan dan hny blg menunggu anggota keluarga yg lain, dan begitu seterusnya tanpa ada penjelasan apapun.

#2 : pasien dg DBD, usia di atas 40 thn. tdk diketahui pny riwayat penyakit jantung. prosedur di rs tmpku bekerja mewajibkan pasien di atas 40 thn menjalani rekam jantung dan foto dada untuk menghindari kemungkinan penyakit jantung yg tdk terdeteksi. aku sdh tnykan kepada dokter spesialis yg merawat dan beliau meminta pemeriksaan tsb dilakukan. aku jlskan kpd pasien dan keluarganya dan mereka menolak, dg alasan mrk ingin mendgr lgsg dr dokter yg bersangkutan. aku jlskan lagi bahwa aku menyarankan tsb krn permintaan dr dokter spesialis yg mereka minta, tetap mereka menolak. aku minta mereka menandatangani penolakan tindakan medis, krn aku sdh menyarankan tp mereka menolak. sebagai bukti bhw aku udah jelasin dan mrk tdk mau terima, aku minta penolakan. tp mereka menolak jg. katanya mereka tdk menolak, tp hny ingin dijlskan sendiri oleh dokter spesialis scr langsung, yg entah datangnya kpn. aku jlskan lg, bhw jk terjadi apa2 dlm kurun waktu pasien keluar dari ugd, ke kamar perawatan hingga dokter spesialis dtg berkunjung, siapa yg akan bertanggung jawab? mereka tidak peduli. untungnya dokter spesialisnya datang tepat saat pasien selesai diantar ke kamar. kami catat dalam catatan perawat dan dokter bhw keluarga pasien dan pasien menolak difoto dan rekam jantung saat di ugd, walaupun tdk ada tanda tangan penolakan. lebih parahnya lagi, pasien dan keluarganya marah2 krn begitu dokter spesialisnya menjelaskan bhw rekam jantung dan foto dada itu memang perlu spt yg aku sudah bilang, pasien harus diturunkan lagi dari kamar perawatannya ke bagian radiologi. mereka protes krn pasien tdk bisa beristirahat. ha!
pesannya? see.. sometimes patient make simple things more complicated. apa bedanya antara pesan yg disampaikan lewat dokter umum dan yg disampaikan dokter spesialis sendiri? kami pny prosedur yg mengutamakan keselamatan pasien, dan tentunya kenyamanan pasien. jika mereka setuju semua prosedur tersebut dilakukan saat di ugd, maka pasien tdk perlu naik turun dari kamar perawatan ke bagian radiologi. dan lagi, saat mereka benar menolak, kenapa mereka tdk mau menandatangani penolakan? bahkan ketika aku setuju merubahnya jadi penundaan? jika benar terjadi sesuatu pada pasien sebelum dokter penanggung jawabnya datang, apa mereka kemudian bs menyalahkanku aku? menuntutku? padahal aku sudah menjelaskan semuanya dan justru mereka yg tdk mau mengikuti prosedur. coba pikir.

#3 : ini terjadi di tempat lain, dan bukan aku dokter jaganya, tp aku di tempat kejadian saat hal itu terjadi. pasien dtg ke ugd karena kejang, tidak sadar dan kemudian butuh dirawat di ICU. keluarga pasien dijelaskan dan disodorkan sejumlah formulir persetujuan medik, mulai dari pasang infus, pemeriksaan CT scan, pemasangan selang kencing, persetujuan dirawat di ICU, persetujuan konsultasi ke berbagai spesialis. keluarga pasien justru marah. krg lebih ucapannya spt ini "apa semua ini perlu saya tanda tangani skrg? pasiennya ditolong dulu dong" FYI, pasien sdh ditangani, dan yg minta tanda tangan adalah perawat yg tdk menangani pasien, dan dokter yg tadinya menjelaskan sdh sibuk menangani pasien lagi. stl dijelaskan itu prosedur rmh sakit yg perlu dilakukan agar pasien bisa dpt perawatan lanjutan, baru keluarga pasien itu mau.
pesannya? semua itu tadi terjadi bersamaan dg pertolongan pada pasien. bayangkan jika dokter2 menerapkan defensive medicine. mereka tdk akan melakukan tindakan sebelum seluruh formulir persetujuan tersebut ditanda tangani. dan peraturan tdk mengijinkan semua tindakan yg diperlukan itu dijadikan dalam 1 formulir yg sama. 1 formulir utk 1 tindakan. sooo.. bayangkan jika semua minta persetujuan utk semua langkah dokter. dan itu utk pasien kegawatan.

intinya, persetujuan tindakan medik ini memang sesuatu yg penting. tapi tingkat pendidikan pasien tidak sama. terkadang mereka justru mundur dari tindakan invasif yg mereka memang butuhkan karena mereka tau resikonya dan justru memilih terapi yang konservatif yang kadang tdk bisa menyelamatkan hidup mereka. sebagian justru karena tahu resikonya, mereka tdk berani memutuskan utk anggota keluarga mereka krn mereka takut disalahkan anggota keluarga yg lain jika keputusan mereka salah. dan sebagian justru merasa pintar, tidak pernah periksa tapi percaya 100% bahwa mereka tidak akan mengalami resiko yg disebutkan dan menolak menandatangani penolakan pula. kami sebagai dokter memahami semua itu, karena itu tolong bantu kami. kami harus minta persetujuan kalian, kami hrs menjelaskan semua resiko dan keuntungannya kepada kalian, bantulah kami untuk belajar, berpikir jernih, memutuskan dan mengambil resiko dari keputusan itu bersama kami. dan jika anda menolak, tanda tanganilah penolakan itu. jangan jadikan itu sebagai sarana untuk menuntut kami kelak. dan percayalah, kami TIDAK berniat mencelakai dan menelantarkan pasien walaupun harus meminta seabrek persetujuan saat kegawatan.

Wednesday, November 20, 2013

food review : yamagoya ramen

okay, i know, another ramen review. hahaa.. we were crazy about ramen lately. yamagoya ramen now open in Tunjungan Plaza 5th floor. and for this month they offer 20% off for food only.

the interior was a common ramen place, similar to several ramen places in surabaya. but the seat placement was pretty crowded. if you brought your kids along with their stroller, you probably might have to leave your stroller at the front.

i ordered their wang tang ramen. my husband ordered their yamagoya ramen and the spicy one. my nanny ate their chicken ramen. the yamagoya ramen was their specialty, but there's nothing special about it. it was the complete version of the ramen. it had chasiu, nori, and tamago in a bowl. while my wantang ramen, only consisted with chasiu and wangtang (dumpling). they put a lot of dumplings for one bowl, though it was pretty small, but more than 5 dumplings in a bowl were too much for me. and several of the dumplings skin were not cooked perfectly, so i could taste the flour. no difference in the soup, it was simple broth. not too salty like hakkata, but it was ordinary broth. but at the end of the bowl, my husband noticed there was something grainy inside the broth. we couldn't decide what it was, but we suspected it was the seasoning. like instant noodle seasoning, which not mixed well with the broth.

the spicy one was also similar to other ramen, the difference was the broth was spicy. haha.. pretty boring for a range of menu. and the portion was smaller than hakkata. but for discounted food, it was enough. i didn't hate them, but i didn't like them either. my biggest disappointment was no tamago in every ramen. you had to order additional tamago.

will i come back for more? i don't think so. if you wanted to try, just hurry because the promo was over at the end of november.
yamagoya ramen

wangtang ramen

circle of trust

ada teman yg nulis status pathnya seperti ini kira2 : "dokter itu jualan JASA dan sangat erat kaitannya dengan KEPERCAYAAN."
well, it's true.

i was thankful to God when i was accepted at medical school. artinya aku diberi kepercayaan belajar sesuatu yang susah didapat tapi diperebutkan orang banyak. dan untuk tujuan mulia. saat lulus, aku senang, artinya aku dipercaya telah menguasai semua teori dalam ilmu kedokteran, and now it's time to put that into practice.

memasuki dokter muda, saat yang penting. aku harus menggunakan teori serta latihan praktek yang dulu didapat untuk memeriksa pasien betulan. and i was really really grateful that they trusted me to examine them, questioned them. keliatannya sepele, tapi dari situ aku belajar keahlian sederhana seperti memeriksa tensi darah, periksa fisik, ambil darah pasien, sampai semua pemeriksaan yang dibutuhkan pasien. bahkan kadang aku diberi kesempatan yang lebih langka, mengambil benda asing dari mata, dari telinga, dari tenggorokan... menarik cairan dari paru pasien, menolong persalinan.. semuanya itu nggak mungkin terjadi kalau PPDS yang ada tidak PERCAYA kalau aku mampu dan pasiennya PERCAYA bahwa aku juga mampu.

memang aku nggak langsung melakukan semuanya. aku lihat mereka kerjakan terlebih dahulu, aku liat teknik mereka. setelah 1-2x ngeliat, aku coba sendiri. KEPERCAYAAN pasien saat itu benar2 berharga. aku dapat pengalaman yang sangat berguna waktu aku nanti lulus jadi dokter. saat jadi dokter muda, jika aku melakukan kesalahan, ada PPDS yang mengawasi dan bisa langsung mengkoreksi. tapi kalo udah jadi dokter dan baru pertama kali melakukan? siapa yg bakal koreksi? nggak ada.

setelah lulus, aku cukup senang krn langsung bisa diterima di rumah sakit ternama di surabaya, berarti direkturnya PERCAYA walaupun aku fresh graduate aku mampu untuk jadi pegawai mereka. dan ternyata nggak gampang. pasien di sana cukup menuntut dan sangat kritis. banyak pasien bule juga. bebeberapa memang mempertanyakan tampangku yang cukup imut sehingga mereka ga percaya aku udah lulus kuliah kedokteran. akibatnya? mereka kadang gak mau dapat terapi dari aku, cuma mau diperiksa penunjang dulu, terapinya nanti dulu. akibatnya ke aku? aku jadi nggak tau mereka sakit apa dan itu ga nambah pengalamanku. tapi lama-lama mereka tau kalo aku mampu dan mulai percaya. KEPERCAYAAN mereka membuat aku malah sering jaga, dan makin sering jaga berarti banyak bertemu kasus2 penyakit yang kadang aneh dan menambah pengalamanku. bahkan ada beberapa yang PERCAYA aku ga kalah ama dokter singapura. masalah kepercayaan ini seperti sepele, tapi merembet ke banyak hal.

kalau dulu waktu kuliah aku ga diberi kepercayaan untuk latihan praktik, aku ga akan terampil. kalau waktu dokter muda aku ga diberi kepercayaan untuk anamnese dan pemeriksaan pasien termasuk beberapa tindakan lainnya, aku mungkin lulus tanpa punya keahlian dan ketrampilan apa-apa. kalau waktu aku bekerja aku ga dipercaya pasien mampu mengobati mereka, maka aku ga akan dapat pengalaman apa2, dan bisa jadi waktu ada kegawatan aku ga mampu menolong mereka. kalau masyarakat ga percaya dokter indonesia, mereka yang mampu akan lari ke luar negeri untuk berobat padahal kita gudang penyakit itu (ingat bos astra yg berobat ke singapur krn DBD dan malah akhirnya meninggal?). mereka yg ga mampu? akan dipingpong karena dokter takut dituntut, dari pedalaman akan dirujuk ke rumah sakit daerah, padahal belum tentu medannya bersahabat.
now you see, TRUST do make a HUGEEE difference in a doctor's life. even from their medical school life. start seeing them as an investment. trust them. they might make mistake, but it's for their sake and for you too. and believe me, not even one single doctor plan to do any HARM to their patience.

give us a little TRUST. that's all we need.

Tuesday, November 19, 2013

the truth about us, doctors

there were so many news about a OBG being arrested in borneo. the case was happened back when she was in residency program, and turned out now they charged her guilty. now there were some things you guys need to know about us, doctors.

one of my teachers said that a doctor just started life at 40. and i never heard a successful doctor (read: wealthy) under 30. there were reasons behind this. let's go through them. and let's use mine.

kuliah kedokteran butuh waktu 6 tahun. sementara adikku yg kuliah teknik cuma butuh waktu 4 tahun. we were just a year apart, so by the time she was graduated, i still got one more year to go. yang berarti, adikku bisa kerja lebih dulu. kerja lebih dulu = dapet uang lebih dulu = kemungkinan sukses lebih dulu. jadi inget program di sebuah radio, "muda tapi luar biasa". aku blm pernah denger ada dokter dlm program itu. dan seingetku, berita tentang dokter hebat yg masuk media massa akhir-akhir ini cuma dokter dirga rambe, itu pun bukan karena dia sukses atau kaya, tp krn jadi satu2nya vaksinolog termuda. academically, he was great, but financially, probably not.

kuliah duduk di kursi 4 tahun, baru kemudian jadi dokter muda 2 tahun. itu pun gak gampang. kuliah kedokteran 4 tahun untuk dapat gelar sarjana, dilalui dengan 3 yudisium. dokter muda 2 tahun, dilalui dengan 1 yudisium. so many judgements to face before getting our title as doctor. belum lagi urusan biaya. aku angkatan 2003, 10 tahun yang lalu. untuk masuk fakultas kedokteran, karena aku lewat jalur SPMB (dulu UMPTN, sekarang SMPTN, kalo ga salah), uang gedung 5 juta bisa dicicil 2 tahun, SPP 700 ribu/ 6 bulan. jauh lebih murah dibanding teman sekelasku yang masuk lewat jalur PMDK D. Jamanku dulu, biaya masuknya minimal 75 juta, dg SPP 5 juta. 10 tahun kemudian, pasti berkali lipat lebih mahal dari itu. 10 tahun yang lalu, aku pernah ketrima fakultas kedokteran sebuah universitas swasta, dengan biaya uang sumbangan wajib 15 juta, uang sumbangan sukarela minimal 5 juta, SPP 1 tahun 8 juta. sekarang? pasti jauh lebih mahal daripada itu.

dokter muda kita diwajibkan jaga sesuai jadwal. jaga malam, dan terus besoknya sampai jam klinik tutup. jadi, kalo kita masuk klinik jam 7, kita baru bisa pulang besoknya jam 3 sore setelah klinik tutup. artinya, aku harus tetap terjaga selama hampir 33 jam. dan itu selama kurang lebih 2 tahun. tanpa digaji. hanya dapat makan. makanan jaga itu pun seadanya. setahun pertama, makanan jaga itu ditempatkan di rantang susun 3, satu isi nasi, yang dua isi lauk, satu berkuah dan satunya gorengan. rantang itu kadang tidak tertutup sempurna, jadi kalau ada kucing masuk ke kamar DM, pasti rantang itu mudah digulingkan dan dimakan kucing. atau jika celahnya kecil dan tidak ada kucing, akan ada cicak sebagai gantinya. menunya? mirip menu pasien rumah sakit pemerintah. kita sering mengatakan empal sandal japit saking kerasnya. menu favorit? ayam goreng ala kentucky, yang pastinya jarang muncul. setahun berikutnya terdapat perbaikan krn ada anak staf yg protes. kita dapat kotakan, seperti katering. lebih layak. menu juga lebih layak. kebersihan lebih terjamin.

jadi dokter jaga, menangani berbagai macam pasien di rumah sakit pemerintah yang pastinya kurang berpendidikan dan tidak tahu bahwa mereka dapat menulari kita. aku ingat, waktu putaran penyakit dalam, kita akan lewat ruangan UPIPI, yang khusus menangani pasien HIV/AIDS. apa kita diasuransikan? ndak. apa kita dpt keringanan utk tdk menangani mereka? ndak. kita tetap harus memeriksa mereka, tentu saja dg kesadaran harus berhati-hati dengan universal precaution seadanya (baca: hanya sarung tangan dan masker biasa). beberapa teman satu angkatan ada yang tertular TB saat lewat bagian paru, tapi berkat Tuhan, aku lolos dari DM tanpa tertular penyakit apapun.
waktu dokter muda apa jika kita sakit kita bisa ijin? bisa, tapi ganti jaga. demi lulus tepat waktu, aku inget betul, sebisa mungkin aku tidak ijin. aku ingat pernah jaga di bagian anak dengan kondisi badan demam 38 derajat. PPDSku baru tahu aku sakit saat jam 9 malam. aku disuruh pulang, tapi buat apa? aku sudah jaga sejak jam 2. lebih baik diteruskan saja daripada aku harus ganti jaga. waktu jaga di bagian bedah, tidak bisa pulang rumah selama 2 minggu. padahal rumahku masih di surabaya. kenapa? karena jaganya hampir 24 jam. but i did it anyway, since i had that calling for being a doctor. and all those hours was worth it since i got a lot of experience that would help me being a doctor. banyak menangani pasien = banyak pengalaman.

saat lulus, aku termasuk beruntung langsung mendapat pekerjaan di sebuah rumah sakit ternama di surabaya. aku inget betul, awal tahun 2010, aku masuk minggu kedua, dan gajiku di bulan pertama itu tidak tembus angka 1 juta karena 2 minggu awal dihabiskan untuk orientasi. setelah itu aku harus jadi dokter bangsal dulu. kerjanya? mirip dengan dokter muda. setelah itu aku bisa jaga ICU dan UGD. karena jaga UGD, aku dapat bagian untuk pemeriksaan tiap pasien. tapi aku ingat, gajiku tidak lebih dari angka 4 juta tiap bulan kala itu. angka tertinggi yang aku dapatkan sekitar tahun 2011 sebelum aku mengundurkan diri, adalah 6 juta. itu pun karena aku jaga setiap hari. senin-sabtu sore pk 16.00-21.00 aku jaga poli. hari jumat, sabtu dan minggu ditambah jaga pagi, kadang icu kadang ugd. jadi aku tidak punya libur. senin-kamis pagi aku masih jaga di klinik lain. jadi jangan anggapan dokter itu akan cepat kaya cukup salah besar.

we have to work our ass off since medical school to where we are today. and it wasn't easy. so please give us a break. jadi dokter itu tidak mudah. dan jadi dokter itu tidak menjanjikan kekayaan. dan aku biacara tentang dokter umum. semoga bisa memberi pandangan baru. memang kami dokter, harusnya mengabdi, tapi bukan berarti kami tidak boleh sejahtera.

Tuesday, November 12, 2013

food review : santouka ramen

it was rainy when we decided to try another ramen. first we wanted to try the one in tanjong pagar, but it was late already and it was matthew's dinner time too, so we headed to santouka. it was a small restaurant, and they had little space outside too. but since it was raining, we chose inside. nothing special about the place. the decoration was standard japanese food decoration.

i chose wangtangmen, and the other i forgot since i was busy feeding matthew. but i remembered my husband ordered their tokusen toroniku, their black pig meat. it was supposed to be their specialty. but i didn't try it. but i guess it was nothing special since my husband didn't brag about it a lot. hahaa..

my wangtangmen was okay, it was also similar to hakkata's. nothing special though. i still prefer hakkata. but i didn't complain. it was not too salty, not too sweet, enough broth in the soup, and decent meat proportion. and it was warm enough to warm a hungry stomach on rainy days.

the funny story was, matthew was having a hard time eating there. i had to cook the porridge myself, but he could eat the wangtang from my ramen along with the egg and soup. he used to watch tv while eating, so i played the hi-5 video while he was eating too. and funny things happened. it was this one song, and suddenly he started to dance following the video! it was funny since he did it spontaneously. he never danced before at home. we were laughing and giggling. and the owner (i guessed it was the owner) saw it. he talked to matthew, asking his name and stuff. and he was pleased when matthew could reply back to him even though he was just 16 months old! and for reward for being too cute, he gave matthew a candy. hahaha... it was a higlight of the day. and of course i would go back there again.

Tuesday, November 5, 2013

food review : marutama ramen

okay, i told you that we're on ramen tryout while in singapore, thanks to my husband's craving. the first one that we tried was marutama ramen. our hotel was in marina mandarin, which was close to suntec city. so we headed to marutama ramen. i didn't know why everyone chose to sit outside. it was a simple restaurant. a counter inside, some tables and chairs. no special interior. just a common japanese attributes. i was surprised that singapore was child-friendly. they had baby chair, and even understood that we brought baby food with us.

now about the ramen. it was similar to those ramen in surabaya. the soup tasted a bit like hakkata's, but milder. the ramen only consisted with ramen, seaweed, a piece of pork meat. no egg. but my husband ordered extra egg, so problem solved. it was delicious. warm and comforting for an exhausted body and mind. it was simple but full with flavour.

so, if you wanted to try ramen in singapore and lived nearby.. i suggested you try this one. some blogger said that their gyoza was the best, but i didn't try it and i forgot to ask my husband how it was.

http://www.hungrygowhere.com/singapore/Marutama_Ra_Men__Suntec_City_Mall_/