Tuesday, November 19, 2013

the truth about us, doctors

there were so many news about a OBG being arrested in borneo. the case was happened back when she was in residency program, and turned out now they charged her guilty. now there were some things you guys need to know about us, doctors.

one of my teachers said that a doctor just started life at 40. and i never heard a successful doctor (read: wealthy) under 30. there were reasons behind this. let's go through them. and let's use mine.

kuliah kedokteran butuh waktu 6 tahun. sementara adikku yg kuliah teknik cuma butuh waktu 4 tahun. we were just a year apart, so by the time she was graduated, i still got one more year to go. yang berarti, adikku bisa kerja lebih dulu. kerja lebih dulu = dapet uang lebih dulu = kemungkinan sukses lebih dulu. jadi inget program di sebuah radio, "muda tapi luar biasa". aku blm pernah denger ada dokter dlm program itu. dan seingetku, berita tentang dokter hebat yg masuk media massa akhir-akhir ini cuma dokter dirga rambe, itu pun bukan karena dia sukses atau kaya, tp krn jadi satu2nya vaksinolog termuda. academically, he was great, but financially, probably not.

kuliah duduk di kursi 4 tahun, baru kemudian jadi dokter muda 2 tahun. itu pun gak gampang. kuliah kedokteran 4 tahun untuk dapat gelar sarjana, dilalui dengan 3 yudisium. dokter muda 2 tahun, dilalui dengan 1 yudisium. so many judgements to face before getting our title as doctor. belum lagi urusan biaya. aku angkatan 2003, 10 tahun yang lalu. untuk masuk fakultas kedokteran, karena aku lewat jalur SPMB (dulu UMPTN, sekarang SMPTN, kalo ga salah), uang gedung 5 juta bisa dicicil 2 tahun, SPP 700 ribu/ 6 bulan. jauh lebih murah dibanding teman sekelasku yang masuk lewat jalur PMDK D. Jamanku dulu, biaya masuknya minimal 75 juta, dg SPP 5 juta. 10 tahun kemudian, pasti berkali lipat lebih mahal dari itu. 10 tahun yang lalu, aku pernah ketrima fakultas kedokteran sebuah universitas swasta, dengan biaya uang sumbangan wajib 15 juta, uang sumbangan sukarela minimal 5 juta, SPP 1 tahun 8 juta. sekarang? pasti jauh lebih mahal daripada itu.

dokter muda kita diwajibkan jaga sesuai jadwal. jaga malam, dan terus besoknya sampai jam klinik tutup. jadi, kalo kita masuk klinik jam 7, kita baru bisa pulang besoknya jam 3 sore setelah klinik tutup. artinya, aku harus tetap terjaga selama hampir 33 jam. dan itu selama kurang lebih 2 tahun. tanpa digaji. hanya dapat makan. makanan jaga itu pun seadanya. setahun pertama, makanan jaga itu ditempatkan di rantang susun 3, satu isi nasi, yang dua isi lauk, satu berkuah dan satunya gorengan. rantang itu kadang tidak tertutup sempurna, jadi kalau ada kucing masuk ke kamar DM, pasti rantang itu mudah digulingkan dan dimakan kucing. atau jika celahnya kecil dan tidak ada kucing, akan ada cicak sebagai gantinya. menunya? mirip menu pasien rumah sakit pemerintah. kita sering mengatakan empal sandal japit saking kerasnya. menu favorit? ayam goreng ala kentucky, yang pastinya jarang muncul. setahun berikutnya terdapat perbaikan krn ada anak staf yg protes. kita dapat kotakan, seperti katering. lebih layak. menu juga lebih layak. kebersihan lebih terjamin.

jadi dokter jaga, menangani berbagai macam pasien di rumah sakit pemerintah yang pastinya kurang berpendidikan dan tidak tahu bahwa mereka dapat menulari kita. aku ingat, waktu putaran penyakit dalam, kita akan lewat ruangan UPIPI, yang khusus menangani pasien HIV/AIDS. apa kita diasuransikan? ndak. apa kita dpt keringanan utk tdk menangani mereka? ndak. kita tetap harus memeriksa mereka, tentu saja dg kesadaran harus berhati-hati dengan universal precaution seadanya (baca: hanya sarung tangan dan masker biasa). beberapa teman satu angkatan ada yang tertular TB saat lewat bagian paru, tapi berkat Tuhan, aku lolos dari DM tanpa tertular penyakit apapun.
waktu dokter muda apa jika kita sakit kita bisa ijin? bisa, tapi ganti jaga. demi lulus tepat waktu, aku inget betul, sebisa mungkin aku tidak ijin. aku ingat pernah jaga di bagian anak dengan kondisi badan demam 38 derajat. PPDSku baru tahu aku sakit saat jam 9 malam. aku disuruh pulang, tapi buat apa? aku sudah jaga sejak jam 2. lebih baik diteruskan saja daripada aku harus ganti jaga. waktu jaga di bagian bedah, tidak bisa pulang rumah selama 2 minggu. padahal rumahku masih di surabaya. kenapa? karena jaganya hampir 24 jam. but i did it anyway, since i had that calling for being a doctor. and all those hours was worth it since i got a lot of experience that would help me being a doctor. banyak menangani pasien = banyak pengalaman.

saat lulus, aku termasuk beruntung langsung mendapat pekerjaan di sebuah rumah sakit ternama di surabaya. aku inget betul, awal tahun 2010, aku masuk minggu kedua, dan gajiku di bulan pertama itu tidak tembus angka 1 juta karena 2 minggu awal dihabiskan untuk orientasi. setelah itu aku harus jadi dokter bangsal dulu. kerjanya? mirip dengan dokter muda. setelah itu aku bisa jaga ICU dan UGD. karena jaga UGD, aku dapat bagian untuk pemeriksaan tiap pasien. tapi aku ingat, gajiku tidak lebih dari angka 4 juta tiap bulan kala itu. angka tertinggi yang aku dapatkan sekitar tahun 2011 sebelum aku mengundurkan diri, adalah 6 juta. itu pun karena aku jaga setiap hari. senin-sabtu sore pk 16.00-21.00 aku jaga poli. hari jumat, sabtu dan minggu ditambah jaga pagi, kadang icu kadang ugd. jadi aku tidak punya libur. senin-kamis pagi aku masih jaga di klinik lain. jadi jangan anggapan dokter itu akan cepat kaya cukup salah besar.

we have to work our ass off since medical school to where we are today. and it wasn't easy. so please give us a break. jadi dokter itu tidak mudah. dan jadi dokter itu tidak menjanjikan kekayaan. dan aku biacara tentang dokter umum. semoga bisa memberi pandangan baru. memang kami dokter, harusnya mengabdi, tapi bukan berarti kami tidak boleh sejahtera.

No comments:

Post a Comment